Tingkatkan Kekayaan Intelektual, Kemenkum-HAM Kanwil DIY bekerja sama dengan UGM Mengadakan Kuliah Umum

Untuk meningkatkan kekayaan intelektual di kalangan universitas khususnya dosen, peneliti dan mahasiswa, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum-HAM) Kanwil DIY bekerja sama dengan Direktorat Penelitian dan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, menggelar kuliah umum dengan tema “Kekayaan Intelektual dan Perlindungan Inovasi”. Kuliah umum ini digelar pada Selasa (10/03/2020) pukul 10.30 WIB di Gedung Grha Sabha Pramana UGM. Dr. Freddy Harris, ACCS selaku Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM hadir untuk memberikan materi utama. Kuliah umum ini dihadiri oleh civitas akademik UGM, civitas akademik di sekitar DIY, hingga akademisi dan masyarakat dari luar Yogyakarta.

Kuliah Umum ini diawali dengan penyerahan berbagai sertifikat dan penghargaan Kekayaan Intelektual (KI) diantaranya adalah penyerahan sertifikat Indikasi Geografis (IG) kepada Kabupaten Bantul atas permohonan IG untuk Batik Nitik. Selain itu dilakukan penyerahan sertifikat Paten granted kepada para inventor UGM atas 19 judul invensi Paten oleh Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual secara langsung.

Sambutan kuliah umum disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr. selaku Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan UGM. Dalam sambutannya, Djagal Wiseso menyampaikan  bahwa UGM memberikan perhatian yang cukup besar kepada perlindungan Kekayaan Intelektual. “Paten di negara kawasan ASEAN masih tertinggal. Indonesia memiliki potensi yang dapat berubah menjadi aset Kekayaan Intelektual. Diharapkan kuliah umum ini dapat membantu untuk menjawab tantangan terkait perlindungan Kekayaan Intelektual”, ungkapnya

Dalam sesi kuliah umum, Direktur Jenderal KI, Freddy Harris mengatakan bahwa pemimpin (di kalangan universitas -red) memiliki peran yang sangat penting dalam melaksanakan perlindungan kekayaan intelektual. Pemimpin kampus diharuskan mengerti dan paham terhadap institusi pendidikan yang dipimpinnya sehingga dapat dilindungi secara hukum.

“Jangan sampai potensi-potensi kekayaan intelektual kemudian diplagiarisme, sehingga itu akan merugikan penciptanya sendiri,” kata Harris.

Freddy menyampaikan juga bahwa para dosen, mahasiswa, maupun peneliti di UGM telah mampu menghasilkan banyak inovasi. Tapi kemudian inovasi-inovasi tersebut harus didaftarkan agar memiliki kekuatan hukum untuk melindunginya. Ia mencontohkan pentingnya suatu karya akademik dari mahasiswa khususnya eksakta berupa skripsi maupun tugas akhir yang menghasilkan inovasi baru dalam bentuk alat maupun sistem untuk didaftarkan perlindungannya.

Antar institusi di dalam Universitas seharusnya saling bekerjasama dalam proses perlindungan Kekayaan Intelektual, (baik pada hulu maupun hilirisasi -red). Freddy menambahkan, sebagai contoh peneliti bidang teknik, kesehatan, dan farmasi, mereka yang akan berinovasi menciptakan produk-produk baru atau mengembangkan produk yang sudah ada yang bermanfaat bagi masyarakat, para akademisi dari bidang tersebut tidak perlu memikirkan ke mana produk akan dijual dan bagaimana cara melindungi karya-karya mereka, karena perlindungan hukum akan diserahkan oleh ahli hukum seperti Fakultas Hukum misalnya, sedangkan akademisi bidang ekonomi dan bisnislah yang akan membantu hilirisasi, mereka akan menawarkan produk unggulan hasil invensi para peneliti ke perusahaan-perusahaan untuk diproduksi secara masal.

Diharapkan UGM terus mendorong civitas akademiknya untuk memunculkan inovasi-inovasi baru dan melakukan pendaftaran kekayaan intelektual.

Leave A Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.